Liputan “DJELADJAH PLENGKOENG” bersama Komunitas KOTA TOEA MAGELANG

Standard
       Siapa sih warga Kota Magelang yang belum pernah melihat Plengkung ? Siapa pula yang belum pernah menikmati pemandangan Kota Magelang dari atas Plengkung ini ? Tentu saja hampir tiap warga Kota Magelang melihat Plengkung ini, apalagi posisinya yang berada di tengah kota menjadikannya mudah di akses oleh setiap orang. Apalagi saluran air yang melewati di atasnya membelah Kota Magelang menjadi 2 bagian, sebelah barat dan timur. Plus membentang dari Pucangsari hingga Jagoan sepanjang 5 Kilometer. Juga posisinya yang lebih tinggi dari tanah sekitar yang tentu saja mudah untuk di lihat. Meski demikian belum tentu masyarakat tahu akan riwayat sejarahnya.
Peserta jelajah sedang berfoto bersama sesaat sebelum acara di mulai. Lokasi di depan Radio Polaris.
Briefing dulu dari panitia
       Tergelitik oleh hal itu Komunitas KOTA TOEA MAGELANG/KTM kembali mengadakan acara jelajah terbuka yang di ikuti oleh masyarakat umum. Acara yang di laksanakan pada hari Minggu Pahing 7 Juli 2013 ini di sambut sangat antusias oleh kalangan generasi muda. Tidak kurang sebanyak 51 orang ikut serat di acara jelajah kali ini.
Di titik 0 kilometer dari Boog Kotta Leiding
Peserta menelusuri boog kotta leiding di daerah selatan kampung Peniten
       Peserta tersebut tidak hanya berasal dari Magelang, akan tetapi juga berasal dari Jakarta, Bandung, Banjarnegara, Bantul, Surabaya, Jogja dan lain-lain. Yang lebih mengejutkan adalah kehadiran kawan-kawan dari Travellerkaskus sejumlah lebih dari 10 orang yang ikut serat di jelajah ini. Bahkan salah seorang dari kawan TravellerKaskus dari Bandung itu juga baru saja mengadakan “trip” ke Rinajani di NTB, dan sebelum pulang ke kotanya menyempatkan diri ikut serta di acara DJELADJAH PLENGKOENG.
Kawan-kawan dari Travellerkaskus sedang menunjukkan poster Djeladjah Plengkoeng”
       Pagi itu jam 07.30 wib peserta sudah berkumpul di depan Radio Polaris sebagai meeting event point. Setelah registrasi ulang dan penjelasan petunjuk teknis acara dari panitia maka tepat jam 08.30 wib acara di mulai. Titik 0 kilometer dari saluran air “boog Kotta leiding” berada di belakang Radio Polaris di Kampung Pucangsari Kel. Kedungsari, tepatnya di Kali Manggis sebuah sungai legendaris yang mengalirkan air dari 2 sumber. Sumber air dari Kali Manggis ada 2 yaitu dari Bendung Badran Kali Progo di Kranggan Temanggung dan dari Bendung Plered Kali Elo di timur Payaman Kab. Magelang.
Dapat di jelaskan bahwa Kali Manggis ini di bangun sekitar tahun 1870-an. Mengalir sepanjang kurang lebih 20 kilometer melewati dari wilayah Temanggung, Kabupaten Magelang dan Kota Magelang. Fungsi dari Kali Manggis ini lebih utamanya sebagai saluran irigasi. Terutama untuk mengairi lahan pertanian sawah dan perkebunan tebu serta suntuk salauran sanitasi.
Berhenti sejenak di bawah Menara Sirine di HM 900 di Kampung Potrosaran
       Dari Pucangsari pera peserta berjalan kaki/trekking menelusuri saluran air menuju ke arah Menowo dan Potrosaran. Pada jarak HM 900 tepat di atas saluran air itu dapat di temukan sebuah menara sirine peninggalan jaman Belanda yang di duga sudah ada sejak tahun 1930-an. Fungsi menara sirine itu sebagai alarm tanda bencana alam seperti gunung meletus/gunung Merapi, maupun sebagai penanda jam malam. Menurut cerita para orang tua menara sirine tersebut di kenal dengan nama “mbengung” yang merupakan istilah untuk menyebut suara sirine ketika berbunyi.
Menara sirine ini ada 3 buah, selain di Potrosaran juga da di HM 1850 dekat dengan Plengkung Lama dan di HM 3650 di Kamping Kemirikerep. HM adalah sebutan untuk jarak yang berarti Hektometer. Kalo HM 1850 artinya jarak dari titik 0 kilometer/hulu saluran air berjarak 1850 meter. Sebagai sentral adalah menara sirine yang di pasang di atas Menara Air Minum di Aloon-aloon Kota Magelang. Artinya saat sirine di puncak menara Air Minum di bunyikan maka ketiga menara sirine yang lain ikut berbunyi.
Break di tulisan Magelang Kota Harapan sebelah barat pertigaan Kebonpolo
       Pada jarak HM 1450 dapat kita temui sebuah bangunan megah mirip dengan terowongan yang di sebut dengan Plengkung Baru. Pada dinding bangunan ini terdapat sebuah penanda berupa angka yang di yakini sebagai berdirinya bangunan ini yaitu “1920”. Tahun 1920 ini bisa berarti ganda, yaitu proses renovasi bangunan atau pembangunan pertama kali dari bangunan ini. Mengingat di Plengkung Lama yang ada di jalan Piere Tendean berdiri sejak tahun 1883 yang angka ini terpahat pada dinding plengkung sebelah timur. Akan tetapi tulisan ini sudah hilang karena di tutupi plester semen.
Peserta jelajah berfoto dulu di atas Plengkoeng Baroe Badaan
       Saluran air yang melintas di atasnya bagaikan air yang melayang sehingga hal ini biasa di sebut dengan aquaduct atau flyriver. Sungguh sebuag bangunan yang sangat fenomenal karena posisinya 8 meter lebih tinggi dari tanah sekitar.
Tetap semangaaaatttt….
Menurut sejarah di tahun 1945 sampai jaman agresi Belanda, boog kotta leiding dan Plengkung menjadi saksi sejarah perjuangan bangsa. Di sinilah antara pejuang republik dan Belanda pernah saling baku tembak.
Peserta jelajah berfoto dulu di atas Plengkoeng Lama
       Setelah dari Plegkung Lama pejalanan di lanjutkan menuju ke arah selatan atau di sisi timur Jalan pahlawan kampung Botton tepatnya di belakang SMP Negeri 1 Magelang. Perjalanan agak sulit karena harus melewati semak belukar yang menutupi jalan. Kayak ini nih….
      Tapi justru di atas saluran air inilah kita bisa melihat pemandangan nan indah dari Gunung Sumbing dan Perbukitan Giyanti di sisi barat. Sangat eksotis tentunya. Terlebih di sisi selatan Puncak Tidar juga terlihat juga.
Setelah menembus Jalan Veteran peserta melewati Jalan Yos Sudarso yang tidak lupa menjepret eksotisme si “lawang sewunya Magelang” Hoge Kweek school.
“Lawang Sewunya Magelang”…
       Dari Jalan Yos Sudarso/Pendowo peserta melewati Masjid Kauman meski agak nylempit di depan Telkom, akan tetapi saluran air ini masih terlihat.
Di sebelah Masjid Kauman
      Dari Aloon-aloon peserta menuju jalan di belakang Bank Jateng atau di Kampung Semplon. Setahun yang lalu saat saya mesurvey keaslian saluran air di kampung ini masih terlihat yaitu berupa susunan batu kali berada di sisi kanan dan kiri saluran ini. Akan tetapi saat kami lewat saluran air itu sudah berubah dan susunan batu kali itu sudah tertutup dengan semen.
Berjalan ke arah selatan tibalah di Plengkung Tengkon. Butuh nyali tinggi dari para peserta untuk melewati di atasnya mengingat tidak ada jalan lain selain harus melewatinya. Resiko sangat tinggi karena di atas plengkung itu terdapat kabel listrik dan di samping plengkung juga tidak ada pengaman. Kayak ini nih…
Berjalan di atas Plengkong Tengkon nan menantang
Di atas kabel listrik, di bawah kabel telepon, di belakang ada jalan raya, di depan ada air…wooooow
Mbak Suci Tembangraras peserta dari Jakarta harus bersusah payah melewati Plengkung Tengkon…ckckckck
      Meski demikian ada pemandangan indah sebuah rumah tua yang terlihat dari atas Plengkung Tengkon ini…RUMAH BANYAK/ANGSA.!
Dari tempat ini kami menelusuri kawasan Bayeman. Air selokan sudah habis karena tidak ada air yang mengalir. Apalagi sampah bejibun menggenangi saluran ini.
Nylempit sekali jalannya…..di Kampung Bayeman
      Setelah berjalan selama 3 jam dan menempuh jarak sejauh 5 Kilometer akhirnya sampailah kami di titik finish di Kampung Jagoan Kel. Jurangombo. Dan di Waroeng Maka “Voor de Tidar” inilah break even point kami. Rasa capek tapi puas di rasakan para peserta.

Break even point di Waroeng Makan “Voor de Tidar” di Jalan Gatot Subroto 58 Jagoan Magelang

Sampai jumpa di even lain bersama KOTA TOEA MAGELANG atau gabung dengan kami di

https://www.facebook.com/groups/kotatoeamagelang/

About komunitaskotatoeamagelang

Komunitas ini merupakan kumpulan sekelompok masyarakat yang peduli keberadaan peninggalan sejarah yang ada di wilayah Magelang dan Sekitarnya. Nilai sejarah dan arsitektur yang menyimpan nilai luhur merupakan sesuatu yang bukan hanya dikenal namun tetap perlu dilestarikan... Semangat inilah yang akan terus dipunyai oleh komunitas ini

4 responses »

  1. sebuah perjalanan napak tilas yang tentunya sangat mengesankan…sayang selalu nggak pas waktunya untuk bisa bergabung

  2. nah, di Eropa ada Aquaduct peninggalan bangsa Romawi, di Magelang pun ada, ya? heheheheh sekalipun beda umurnya, aquaduct di magelang tentu lebih melekat di hati. ga ngira tempat mainku, kerajaan kecilku bersama si kocai anjingku yg pintar, bisa didjaldjah dengans angat unik dan apresiatif. saluttttt semoga lain waktu saya bisa ikut ya………

Leave a comment